Rabu, 27 Juni 2018

WACANA DESKRIPSI, EKSPOSISI, ARGUMENTASI, PERSUASI DAN NARASI


Resum Wacana Bahasa Indonesia
WACANA DESKRIPSI, EKSPOSISI,  ARGUMENTASI, PERSUASI DAN NARASI
   Oleh : Ratna Agustin
A.      Pendahuluan
Pada pembahasan sebelumnya kita telas membahas hakikat wacana, prasyarat wacana, dan teks, koteks dan konteks, toeri tindak tutur, sosioinguistik interaksional, piranti kohesi dan koherensi, praanggapan, implikatur dan infereksi dieksis, wacana lisan dan non lisan, monoloh, dialog, pilolog. Kali ini kita membahasa mengenai Wacana deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi dan narasi.
Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesi, akan terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar. Dalam Bahasa Indonesia ada empat bentuk wacana yaitu narasi (kisahan), deskripsi (perian/lukisan), ekposisi (paparan) dan argumentasi (alasan/bahasan).

B.     WACANA DESKRIPSI
Wacana deskripsi adalah wacana yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Wacana deskripsi bertujuan melukiskan atau memberikan gambaran terhadap sesuatu dengan sejelas-jelasnya sehingga pembaca seolah-olah dapat melihat, mendengar, membaca atau merasakan hal yang dideskripsikan. Oleh sebab itu deskripsi yang baik adalah deskripsi yang dilengkapi dengan hal-hal yang dapat merangsang panca indra. Contoh : seperti keadaan banjir, suasana dipasar dan sebagainya.
Sebagaimana menulis wacana-wacana lain dalam menulis wacana deskripsi ada langkah-langkahnya, yaitu :
1.      Menentukan topik karangan deskripsi.
2.      Merumuskan tujuan mengarang desskripsi.
3.      Mencari, mengumpulkan ataupun memilih bahan.
4.      Membuat kerangka karangan.
5.      Mengembangkan karangan.
Contoh wacana deskripsi :
Pasar Terapung adalah sebuah pasar tradisional yang seluruh aktivitasnya dilakukan di atas air dengan menggunakan perahu. Suasana pasar terapung yang unik dan khas adalah berdesak-desakan antara perahu besar dan kecil saling mencari pembeli dan penjual yang selalu berseliweran kian kemari dan selalu oleng dimainkan gelombang sungai. Kebanyakan para pedagang adalah wanita. Menariknya, di Pasar terapung ini juga masih berlaku barter antar pedagang. Tak ada organisasi pedagang sehingga jumlah mereka yang berjualan tak terhitung. Mereka datang untuk berjualan, dan bubar dengan sendirinya ketika matahari pagi mulai terik.
Pasar terapung tidak memiliki organisasi seperti pada pasar di daratan, sehingga tidak tercatat berapa jumlah pedagang dan pengunjung atau pembagian pedagang berdasarkan barang dagangan. Pasar ini unik karena selain transaksi dilakukan di atas perahu, pedagang dan pembelinya juga tidak terpaku di suatu tempat, tetapi terus bergerak mengikuti arus sungai. Keunikan ini membuat pasar terapung ini disebut sebagai Pasar Balarut.
Pasar Terapung yang terkenal di Indonesia berada di provinsi Kalimantan Selatan. Pasar Terapung di Kalsel ini mulai melakukan aktivitas transaksi jual beli pada subuh hingga pukul 10 pagi. Dari beberapa Pasar Terapung di Kalimantan Selatan, yang menjadi objek wisata terkenal adalah Pasar Terapung Muara Kuin di Banjarmasin dan Pasar Terapung Lok Baintan di Sungai Tabuk, Banjar. Pasar Terapung juga ditemukan di Thailand, Kamboja dan Vietnam.
Analisis Data :
Dari bacaan diatas dapat dikatakan wacana deskripsi sebab menjelaskan atau menggambarkan keadaan dan suasana pasar di suatu daerah. Hal ini agar orang  mengetahui  bagaimana keadaan pasar.

C.    WACANA EKSPOSIS            I
Kata eksposisi berasal dari bahasa inggris exsposition yang berarti “membuka” atau “memulai”. Memang karangan eksposisi itu karangan yang bertujuan untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu. Dalam wacana eksposisi masalah yang dikomunikasikan terutama adalah informasi. Hal utama yang dikomunikasikan terutama berupa: (a) data faktual; (b) suatu analisis atau suatu penafsiran yang objektif terhadap seperangkat fakta; (c) mungkin sekali berupa fakta tentang seseorang yang berpegang teguh pada suatu pendirian yang khusus,asalkan tujuan utamanya untuk memberikan informasi. Agar karangan eksposisi itu jelas seringkali disertakan gambar,denah, peta dan angka-angka.
Contoh wacana eksposisi :
Vitamin A
Vitamin A terdapat dalam mentega, ikan, buah-buahan berwarna kuning, dan sayur-sayuran. Diet yang rendah vitamin A dapat menyebabkan resistensi yang menurunkan terhadap infeksi, nafsu makan yang menurun, dan pencernaan makanan yang tidak sempurna. Pada mata dapat menyebabkan xeropthalmia. Pada kulit, kekurangan vitamin A menyebabkan timbulnya bintik-bintik atau penonjolan pada lengan, bahu, dan tungkai dengan ukuran yan berbeda-beda yang mengelilingi folikel-folikel. Biasanya mulai pada bagian depan dan samping lengan atas, kemudian menyebar kebagian lengan, tungkai, bahu, perut, dan akhirnya bila sampai berlarut-larut dapat menjalar kemuka. Penonjolan-penonjolan ini keras, kering, warnanya lebih gelap dari kulit sekitarnya dan tengahnya teras tajam.di muka menyerupai jerawat dan kulit muka kering sekali.
Kelebihan vitamin A juga memberi gejala yang tidak dikehendaki orang. Dilaporkan, terjadi pada anak-anak yang orang tuanya memberikan terlalu banyak vitamin A. Gejala-gejala kelebihan vitamin A rambut menjadi rontok , juga alis mata. Rambut yang tinggal menjadi kasar dan kering, bibir pecah-pecah, pigmentasi dan gatal-gatal pada kulit. Pada orang dewasa gejalanya terjadi sakit-sakit pada sendi tulang, pembentukan sisik-sisik pada kulit dan kerut-kerut pada pinggir mulut dan lubang hidung. Rambut rontok dan yang ketinggalan pun menjadi kasar dan kering serta pigmentasi pada kulit muka dan leher. Bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan gejala-gejala seperti lelah, nyeri otot, nafsu makan menurun, sakit kepala, dan penurunan berat badan. Dengan menghentikan vitamin A dalam beberapa minggu gejala ini akan hilang.

D.    WACANA ARGUMENTASI
Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara (Gorys Keraf: 2010). Melalui argumentasi penulis atau pembicara ingin menunjukkan sesuatu hal dianggap benar atau salah dengan didukung fakta-fakta.
Wacana argumentasi adalah satuan jenis wacana yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis.
Tujuan wacana argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Gorys Keraf (2010:100) menerangkan, untuk membuktikan suatu kebenaran, argumentasi mempergunakan prinsip-prinsip logika.
Ciri Paragraf Argumentasi
a.       Ada pernyataan, ide, atau pendapat yang dikemukakan penulisnya
b.      Ada alasan, data, atau fakta yang mendukung
c.       Pembenaran berdasarkan data dan fakta yang disampaikan.
Data dan fakta yang digunakan untuk menyusun wacana atau paragraf argumentasi dapat diperoleh melalui wawancara, angket, observasi, penelitian lapangan, dan penelitian kepustakaan. Pada akhir paragraf atau karangan perlu disajikan kesimpulan.
Contoh wacana argumentasi :
Menyetop bola dengan dada dan kaki dapat ia lakukan secara sempurna. Tembakan kaki kanan dan kiri tepat arahnya dan keras. Sundulan kepalanya sering memperdayakan kiper menmengambil bola dari kakinya. Operan bolanya tepat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola jempolan. 
Analisis Data :
Dari data tersebut bisa dikatakan wacana argumentasi sebab mempengaruhi pembaca agar dapat menerima wawasan berdasarkan data yang disajikan.

E. WACANA PERSUASI
Dalam buku Gorys Keraf (2010:118) ia mengemukakan persuasi adalah suatu seni verbal yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang agar melakukan sesuatu yang dikehendaki pembicara pada waktu ini atau pada waktu yang akan datang. Karena tujuan terakhir adalah agar pembaca atau pendengar melakukan sesuatu, maka persuasi dapat dimasukkan dalam cara-cara mengambil keputusan.
Paragraf persuasi adalah bentuk karangan yang bertujuan untuk meyakinkan seseorang, baik pembaca maupun pendengar agar melakukan sesuatu yang dikehendaki penulis. Salah satu bentuk paragraf persuasi yang dikenal secara umum adalah propaganda yang dilakukan berbagai badan, lembaga, atau perorangan.
Isi paragraf mempromosikan sesuatu dengan cara mempengaruhi atau mengajak pembaca. Paragraf persuasif banyak dipakai dalam penulisan iklan,terutama majalah dan Koran
Contoh 1
Marilah kita membuang sampah pada tempatnya, agar lingkungan kita bebas dari banjir dan bebas dari penyakit yang disebabkan oleh sampah – sampah yang di buang tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, perlu kesadaran pada diri kita masing – masing untuk membuang sampah pada tempatnya.
Contoh 2
Banyak orang yang meremehkan sampah. Bahkan, tidak terpikirkan hal yang akan ditimbulkannya. Walaupun tempat sampah banyak disesidakan, tetapi kepedualian seseorang terhadap sampah sangat kurang. Sebagai siswa, kamu sebaiknya menyadari dan memiliki sikap peduli terhadap sampah. Oleh karena itu, buanglah sampah pada tempat sampah.

E. WACANA NARASI
Narasi merupakan suatu bentuk wacana yang berusaha mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri peristiwa itu ( Keraf: 2010). Keraf juga mengatakan unsur terpenting dalam narasi adalah unsur tindakan atau perbuatan. Namun sebagai pembeda dengan wacana deskripsi, maka harus ditambahkan unsur kronologi atau rangkaian waktu.
Wacana narasi adalah salah satu jenis wacana yang berusaha menceritakan/ mengisahkan suatu kejadian yang terjadi dalam suatu rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu secara kronologis.
Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah:
a.       Kejadian
b.      Tokoh
c.       Konflik
d.       Alur/ plot
e.       Latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana
Sebagaimana menulis wacana-wacana lain dalam menulis wacana deskripsi ada langkah-langkahnya, yaitu :
1.      Menentukan topik karangan deskripsi.
2.      Merumuskan tujuan mengarang desskripsi.
3.      Mencari, mengumpulkan ataupun memilih bahan.
4.      Membuat kerangka karangan.
5.      Mengembangkan karangan.
Contoh wacana narasi :
Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku masuk pukul 07.00. Agar tidak terlambat, aku selalu bangun pukul 04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh. Kemudian, aku segera mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku bawa sudah sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00, aku berangkat ke sekolah. Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak rumah dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang membiasakan berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering berhenti lama untuk mencari penumpang. Jika aku berangkat agak siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam pelajaran berakhir pukul 12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu, aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dulu. Khusus hari Jum’at, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul 11.00.
Paragraf narasi diatas berisi sebuah fakta. Apabila dicermati, paragraf tersebut berisi urutan peristiwa berikut : bangun pukul 04.30, mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek buku, makan pagi, berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian  peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami “konflik” dengan dirinya sendiri, yaitu kebiasaannya setiap hari.
G.      Penutup
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai bahwa Berdasarkan saluran komunikasinya wacana dapat dibedakan atas ; wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan memiliki ciri adanya penuturan dan mitra tutur, bahasa yang dituturkan, dan alih tutur yang menandai giliran bicara. Sedangkan wacana tulis ditandai oleh adanya penulis dan pembaca, bahasa yang dituliskan dan penerapan sistim ejaan. Wacana dapat pula dibedakan berdasarkan cara pemaparannya, yaitu antara lain ; wacana narasi, wacana deskripsi, wacana argumentasi dan wacana persuasi
Sumber :
Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Analisis Wacana (diterjemahkan oleh I. Soetiko). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.







.


WACANA LISAN DAN NON LISAN, MONOLOG, DIALOG, POLILOG


Resum Wacana Bahasa Indonesia
WACANA LISAN DAN NON LISAN, MONOLOG, DIALOG, PILOLOG
Oleh : Ratna Agustin
A.      Pendahuluan
Pada pembahasan sebelumnya kita telas membahas hakikat wacana, prasyarat wacana, dan teks, koteks dan konteks, toeri tindak tutur, sosioinguistik interaksional, piranti kohesi dan koherensi, praanggapan, implikatur dan infereksi dieksis. Kali ini kita membahasa mengenai wacana lisan dan non lisan, monoloh, dialog, pilolog.
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak  asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan ketrampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana maupun berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna). Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.

B.     Wacana Lisan
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyima. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse atau wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif dalam sastra lisan seluruh tanah air kita ini. (Tarigan, 52 : 2009).
Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia, manusia memakai bahasa lisan dalam berkomunikasi bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis karena, itu tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar manusia masih berada dalam budaya lisan.
Karena sering digunakan,bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis .Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana ,jika salah satu partisipanya ( pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti pada contoh berikut :
wati : “Nunung, ke mana?”
Nunung : “Biasa”.
Pada wacana diatas wati dapat mengetahui bahwa nunung akan pergi misalnya kewarung untuk makan roti panggang karena pada saat seperti ini kebiasaan nunung makan roti panggang diwarung x. Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan nunung,wacana diatas tidak dapat dimengerti . Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat .Pertama,Karena ia mengetahui bahwa tidak ada lokasi yang bernama “Biasa”tidak mengacu kepada suatu tempat yang pasti dan  kedua,ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah diketahui bersama “ ( Common ground ) dengan nunung.
Manusia lebih sering menggunakan wacana lisan yang pendek. Satuan – satuan atau unit – unitnya pun pendek dan kadang tidak gramatikal, seperti percakapan Nunung dan wati diatas. Jarang ditemukan wacana lisan yang panjang. Kalaupun ada,biasanya maknanya terus menerus diulang,seperti dalam mengungkapkan kekesalan hati.
Dalam mengutarakan maksud dengan wacana lisan, tidak hanya unsur bahasa tetapi juga digunakan gerakan tubuh, pandangan mata,dan lain – lain,yang turut memberi makna wacana itu .
Jika pengutaraan maksud memakan waktu yang cukup lama,diperlukan adanya daya simak yang tinggi dari partisipan lainya. Contoh : Perkuliahan memerlukan perhatian dan daya simak mahasiswa untuk menangkap inti perkuliahan yang diujarkan dosen.Karena konsentrasi dan daya simak seseorang tidak dapat bertahan terus menerus dalam waktu yang lama,maka perkuliahan menggunakan juga alat untuk wacana tulis agar inti materi perkuliahan dapat diingat oleh mahasiswa.
Kelemahan wacana lisan adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat seperti yang pertama. Kelemahan wacana ini jga menyebabkan wacana lisan, sebagai bahan bukti,dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah dibanding wacana tulis. Dengan uraian diatas dapat dibuat ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut :
a)      Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus
b)      Wacana lisan sulit diulang,dalam arti mengulang hal yang sama dengan ujaran pertama
c)      Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna yang dimaksud
d)     Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam satu situasi dan konteks yang sama.
e)      Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis
f)       Wacana lisan juga melibatkan unsure kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama (common ground),yang ada pada satu keluarga atau kelompok dan
g)      Wacana lisan sering melibatkan partisipanya secara langsung.

C.    Wacana Tulis
            Wacana tulis merupakan pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata- kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.  (Menurut Kridalaksana dalam Tarigan, 52 : 2009).
            Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf,Huruf dibuat untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang bunyi.Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal berjauhan.
            Mengutip Smith (1978), (Nunan, 1992:78) menyebutkan pengalaman sangat penting dalam pemahaman lingusitik. Hal ini karena linguistik memiliki hubungan tekstual yang ditunjukkan oleh referensi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.1 Sebuah komponen penting dalam pelajaran pemrosesan wacana adalah membantu pembelajar untuk mengembangkan keterampilan dalam mengenali hubungan-hubungan ini. Selain penting bagi pembelajar untuk membangun suatu kosa kata yang ekstensif dalam medan makna yang dimarkahi oleh kohesi leksikal, juga penting untuk mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi kontekstual untuk memahami kosa kata yang tidak diketahui.
            Selain itu, perlu juga dikembangkan keterampilan yang lebih sulit untuk mengenali daya retorik informasi tekstual yang tidak dimarkahi secara eksplisit dengan beberapa bentuk konjungsi. Akhrinya, pembaca seharusnya mampu mendemonstrasikan penguasaan terhadap isi tekstual dengan beralih ke balik teks itu.

D.    Wacana Monolog
Adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (noninteractive communication). Wacana monolog terjadi seperti pada orasi ilmiah, khotbah, dan penyampaian visi dan misi. Pada kenyataannya, dalam suatu orasi, ceramah, atau pidato tertentu, penutur secara improvisasi kadang-kadang justru mencoba berinteraksi dengan pendengarnya. Cara yang dipakai, misalnya dengan melontarkan pertanyaan, “Bagaimakah sikap kita untuk andil dalam pembangunan pendidikan bangsa ini?”. Dalam konteks seperti ini, wacana monolog berubah menjadi wacana semi-monolog.
Contoh :
(1) Siapa bilang remaja Indonesia cengeng? (2) banyak  yang berprestasi di forum Internasional, walaupun minim fasilitas. (3) Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir kita membawa pulang puluhan medali dalam berbagai olimpiade dunia. (4) ada matematika, fisika, biologi, kimia, juga astronomi, komputer.

1)      Kalimat  nomor 2 merupakan   jawaban  terhadap pertanyaan  kalimat nomor 1 yang menyanggah bahwa remaja Indonesia  tidak cengkeng.
2)      kalimat nomor 3 merupakan pembuktian dari kalimat nomor 2.
3)      kalimat ke 4 merupakan contoh-contoh yang menguatkan kalimat nomor 2 dan 3.

E.        Wacana Dialog
Adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Wacana dialog terjadi seperti pada peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon, Tanya jawab, dan teks drama.
Perhatikan contoh wacana dialog berikut ini.
SUNSLIK GINGSENG
C  : Betulkan ?
W : Iya
C  : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang lain.
W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek yang rambutnya panjang. Padahal dulu aku takut manjangin rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng membuat rambut semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.
C  : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C  : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?
W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik aku
Wacana tersebut merupakan wacana dialog antara dua orang gadis. Mereka sedang berdialog mengenai rambut. Setelah menggunakan sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan tidak rontok.

F.         Wacana Polilog
Adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi, atau debat, dan teks drama.
Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul Orkes Madun I karya Arifin C Noer berikut ini.
Konteks      : kehadiran Waska disambut gembira oleh komunitasnya. Waska  dijadikan tempat mengadu bagi Tarkeni yang sedang berselisih dengan Madekur, suaminya.
WASKA   : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai kepompong.
KOOR         : Uuuuuuuuuuu
WASKA  : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam Tumpah diseanteronya dimana – mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA     : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?
TARKENI   : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
WASKA     : Madekur!!!!!
MADEKUR : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu oleh cemburu buta.
WASKA     : Yak karena tidak matang  jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)
Wacana tersebut merupakan wacana polilog, yakni percakapan atau pembicaraan yang melibatkan lebih dari dua orang (tokoh) sebagai partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni mengadukan nasibnya kepada tokoh Waska, karena ia dipukul oleh Madekur, suaminya, yang sedangkan dibakar rasa cemburu. Kemudian Waska mencoba mendamaikan Tarkeni dan Mardekur sebagai pasangan suami istri.

G.      Penutup
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai bahwa wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau ujaran, wacana tulisan adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana monolog adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung, tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya, dan bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (noninteractive communication). Wacana dialog adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Sedangkan wacana polilog adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi.

Sumber :
Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Analisis Wacana (diterjemahkan oleh I. Soetiko). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Rineka Cipta:Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.







.