Resum
Wacana Bahasa Indonesia
WACANA
LISAN DAN NON LISAN, MONOLOG, DIALOG, PILOLOG
Oleh
: Ratna Agustin
A. Pendahuluan
Pada pembahasan
sebelumnya kita telas membahas hakikat wacana, prasyarat wacana, dan teks,
koteks dan konteks, toeri tindak tutur, sosioinguistik interaksional, piranti
kohesi dan koherensi, praanggapan, implikatur dan infereksi dieksis. Kali ini
kita membahasa mengenai wacana lisan dan non lisan, monoloh, dialog, pilolog.
Istilah wacana berasal
dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah
salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti
halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak
mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang
mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga
yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh
banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik,
komunikasi, sastra dan sebagainya.
Pembahasan wacana
berkaitan erat dengan pembahasan ketrampilan berbahasa terutama keterampilan
berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana
maupun berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Wacana
berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur
ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi
sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan
paragraf).
Realitas wacana dalam
hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian
kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan
struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language
likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau
tanda-tanda yang bermakna). Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa
rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan,
wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan
percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks,
sebuah alinea, dan sebuah wacana.
B. Wacana Lisan
Wacana lisan atau
spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media
lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para
penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah
penyima. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse
atau wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif dalam sastra lisan
seluruh tanah air kita ini. (Tarigan, 52 : 2009).
Jauh sebelum manusia
mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia, manusia memakai bahasa
lisan dalam berkomunikasi bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup
manusia karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa
tulis karena, itu tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar manusia masih
berada dalam budaya lisan.
Karena sering
digunakan,bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis
.Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian
tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana ,jika salah satu
partisipanya ( pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti pada contoh
berikut :
wati : “Nunung, ke
mana?”
Nunung : “Biasa”.
Pada wacana diatas wati
dapat mengetahui bahwa nunung akan pergi misalnya kewarung untuk makan roti
panggang karena pada saat seperti ini kebiasaan nunung makan roti panggang
diwarung x. Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan nunung,wacana diatas
tidak dapat dimengerti . Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat
.Pertama,Karena ia mengetahui bahwa tidak ada lokasi yang bernama “Biasa”tidak
mengacu kepada suatu tempat yang pasti dan
kedua,ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah
diketahui bersama “ ( Common ground ) dengan nunung.
Manusia lebih sering
menggunakan wacana lisan yang pendek. Satuan – satuan atau unit – unitnya pun
pendek dan kadang tidak gramatikal, seperti percakapan Nunung dan wati diatas.
Jarang ditemukan wacana lisan yang panjang. Kalaupun ada,biasanya maknanya
terus menerus diulang,seperti dalam mengungkapkan kekesalan hati.
Dalam mengutarakan
maksud dengan wacana lisan, tidak hanya unsur bahasa tetapi juga digunakan
gerakan tubuh, pandangan mata,dan lain – lain,yang turut memberi makna wacana itu
.
Jika pengutaraan maksud
memakan waktu yang cukup lama,diperlukan adanya daya simak yang tinggi dari
partisipan lainya. Contoh : Perkuliahan memerlukan perhatian dan daya simak
mahasiswa untuk menangkap inti perkuliahan yang diujarkan dosen.Karena konsentrasi
dan daya simak seseorang tidak dapat bertahan terus menerus dalam waktu yang
lama,maka perkuliahan menggunakan juga alat untuk wacana tulis agar inti materi
perkuliahan dapat diingat oleh mahasiswa.
Kelemahan wacana lisan
adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat seperti yang
pertama. Kelemahan wacana ini jga menyebabkan wacana lisan, sebagai bahan
bukti,dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah dibanding wacana
tulis. Dengan uraian diatas dapat dibuat ciri – ciri wacana lisan sebagai
berikut :
a) Wacana lisan memerlukan daya simak yang
tinggi agar interaksi tidak terputus
b) Wacana lisan sulit diulang,dalam arti
mengulang hal yang sama dengan ujaran pertama
c) Wacana lisan dapat dilengkapi dengan
gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna yang dimaksud
d) Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam
satu situasi dan konteks yang sama.
e) Wacana lisan biasanya lebih pendek
daripada wacana tulis
f) Wacana lisan juga melibatkan unsure
kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama (common ground),yang
ada pada satu keluarga atau kelompok dan
g) Wacana lisan sering melibatkan
partisipanya secara langsung.
C. Wacana Tulis
Wacana tulis merupakan pengungkapan kembali wacana tanpa
mengutip harfiah kata- kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan
konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa
subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.
(Menurut Kridalaksana dalam Tarigan, 52 : 2009).
Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf,Huruf
dibuat untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan
bahwa huruf adalah lambang bunyi.Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan
kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal
berjauhan.
Mengutip Smith (1978), (Nunan, 1992:78) menyebutkan
pengalaman sangat penting dalam pemahaman lingusitik. Hal ini karena linguistik
memiliki hubungan tekstual yang ditunjukkan oleh referensi, elipsis, konjungsi,
dan kohesi leksikal.1 Sebuah komponen penting dalam pelajaran pemrosesan wacana
adalah membantu pembelajar untuk mengembangkan keterampilan dalam mengenali
hubungan-hubungan ini. Selain penting bagi pembelajar untuk membangun suatu
kosa kata yang ekstensif dalam medan makna yang dimarkahi oleh kohesi leksikal,
juga penting untuk mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi
kontekstual untuk memahami kosa kata yang tidak diketahui.
Selain itu, perlu juga dikembangkan keterampilan yang
lebih sulit untuk mengenali daya retorik informasi tekstual yang tidak
dimarkahi secara eksplisit dengan beberapa bentuk konjungsi. Akhrinya, pembaca
seharusnya mampu mendemonstrasikan penguasaan terhadap isi tekstual dengan
beralih ke balik teks itu.
D. Wacana Monolog
Adalah wacana yang
disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut
berpartisipasi secara langsung. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan
tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya.
Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif
(noninteractive communication). Wacana monolog terjadi seperti pada orasi
ilmiah, khotbah, dan penyampaian visi dan misi. Pada kenyataannya, dalam suatu
orasi, ceramah, atau pidato tertentu, penutur secara improvisasi kadang-kadang
justru mencoba berinteraksi dengan pendengarnya. Cara yang dipakai, misalnya
dengan melontarkan pertanyaan, “Bagaimakah sikap kita untuk andil dalam
pembangunan pendidikan bangsa ini?”. Dalam konteks seperti ini, wacana monolog
berubah menjadi wacana semi-monolog.
Contoh :
(1) Siapa bilang remaja
Indonesia cengeng? (2) banyak yang
berprestasi di forum Internasional, walaupun minim fasilitas. (3) Buktinya,
dalam beberapa tahun terakhir kita membawa pulang puluhan medali dalam berbagai
olimpiade dunia. (4) ada matematika, fisika, biologi, kimia, juga astronomi,
komputer.
1) Kalimat
nomor 2 merupakan jawaban terhadap pertanyaan kalimat nomor 1 yang menyanggah bahwa remaja
Indonesia tidak cengkeng.
2) kalimat nomor 3 merupakan pembuktian dari
kalimat nomor 2.
3) kalimat ke 4 merupakan contoh-contoh yang
menguatkan kalimat nomor 2 dan 3.
E. Wacana Dialog
Adalah percakapan yang
dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan
masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi,
sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Wacana
dialog terjadi seperti pada peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon,
Tanya jawab, dan teks drama.
Perhatikan contoh
wacana dialog berikut ini.
SUNSLIK GINGSENG
C : Betulkan ?
W : Iya
C : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir
cewek yang lain.
W : Cowokku dulu juga
gitu. Dia itu suka melirik cewek yang rambutnya panjang. Padahal dulu aku takut
manjangin rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng membuat rambut
semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.
C : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik
lagi dong ?
W : Cowokku si ndak,
cowok-cowok yang lain pada lirik aku
Wacana tersebut
merupakan wacana dialog antara dua orang gadis. Mereka sedang berdialog
mengenai rambut. Setelah menggunakan sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan
tidak rontok.
F. Wacana Polilog
Adalah pembicaraan atau
percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur.
Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung
dalam komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi,
atau debat, dan teks drama.
Perhatikan contoh
wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul Orkes Madun I karya Arifin
C Noer berikut ini.
Konteks : kehadiran Waska disambut gembira oleh
komunitasnya. Waska dijadikan tempat
mengadu bagi Tarkeni yang sedang berselisih dengan Madekur, suaminya.
WASKA : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada
jasadku yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai kepompong.
KOOR : Uuuuuuuuuuu
WASKA : Langit hanya berisi angin hari itu dan
warna hitam Tumpah diseanteronya dimana – mana dan aku Waska sedang minum air
kelapa.
TARKENI : Lalu aku
Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti
itu?
TARKENI : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran
dipukul suamiku.
WASKA : Madekur!!!!!
MADEKUR : Madekur luka
hatinya disobek – sobek cemburu oleh cemburu buta.
WASKA : Yak karena tidak matang jiwanya.
(Orkes Madun I :
663-664)
Wacana tersebut
merupakan wacana polilog, yakni percakapan atau pembicaraan yang melibatkan
lebih dari dua orang (tokoh) sebagai partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni
mengadukan nasibnya kepada tokoh Waska, karena ia dipukul oleh Madekur,
suaminya, yang sedangkan dibakar rasa cemburu. Kemudian Waska mencoba
mendamaikan Tarkeni dan Mardekur sebagai pasangan suami istri.
G. Penutup
Dari beberapa
penjelasan diatas mengenai bahwa wacana lisan adalah jenis wacana yang
disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini
sering disebut sebagai tuturan atau ujaran, wacana tulisan adalah jenis wacana
yang disampaikan melalui tulisan. Wacana monolog adalah wacana yang disampaikan
oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara
langsung, tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon
pendengar atau pembacanya, dan bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak
interaktif (noninteractive communication). Wacana dialog adalah percakapan yang
dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan
masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi,
sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Sedangkan
wacana polilog adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan
pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam
pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi.
Sumber
:
Brown, Gillian dan
George Yule. 1983. Analisis Wacana (diterjemahkan oleh I. Soetiko). Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Chaer, Abdul. 2003.
Linguistik Umum. Rineka Cipta:Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur.
2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar