Rabu, 27 Juni 2018

WACANA LISAN DAN NON LISAN, MONOLOG, DIALOG, POLILOG


Resum Wacana Bahasa Indonesia
WACANA LISAN DAN NON LISAN, MONOLOG, DIALOG, PILOLOG
Oleh : Ratna Agustin
A.      Pendahuluan
Pada pembahasan sebelumnya kita telas membahas hakikat wacana, prasyarat wacana, dan teks, koteks dan konteks, toeri tindak tutur, sosioinguistik interaksional, piranti kohesi dan koherensi, praanggapan, implikatur dan infereksi dieksis. Kali ini kita membahasa mengenai wacana lisan dan non lisan, monoloh, dialog, pilolog.
Istilah wacana berasal dari kata sansekerta yang bermakna ucapan atau tuturan. Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak  asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.
Pembahasan wacana berkaitan erat dengan pembahasan ketrampilan berbahasa terutama keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, yaitu berbicara dan menulis. Baik wacana maupun berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Wacana berkaitan dengan unsur intralinguistik (internal bahasa) dan unsur ekstralinguistik yang berkaitan dengan proses komunikasi seperti interaksi sosial (konversasi dan pertukaran) dan pengembangan tema (monolog dan paragraf).
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna). Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.

B.     Wacana Lisan
Wacana lisan atau spoken discourse adalah wacana yang disampaikan secara lisan, melalui media lisan. Untuk menerima, memahami atau menikmati wacana lisan ini maka para penerima harus menyimak atau mendengarkannya. Dengan kata lain pendengar adalah penyima. Wacana lisan ini sering pula dikaitkan dengan interactive discourse atau wacana interaktif. Wacana lisan ini sangat produktif dalam sastra lisan seluruh tanah air kita ini. (Tarigan, 52 : 2009).
Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia, manusia memakai bahasa lisan dalam berkomunikasi bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis karena, itu tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar manusia masih berada dalam budaya lisan.
Karena sering digunakan,bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis .Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu, yang dapat menghilangkan pengertian wacana ,jika salah satu partisipanya ( pembicara dan pendengar ) belum terbiasa seperti pada contoh berikut :
wati : “Nunung, ke mana?”
Nunung : “Biasa”.
Pada wacana diatas wati dapat mengetahui bahwa nunung akan pergi misalnya kewarung untuk makan roti panggang karena pada saat seperti ini kebiasaan nunung makan roti panggang diwarung x. Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan nunung,wacana diatas tidak dapat dimengerti . Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat .Pertama,Karena ia mengetahui bahwa tidak ada lokasi yang bernama “Biasa”tidak mengacu kepada suatu tempat yang pasti dan  kedua,ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah diketahui bersama “ ( Common ground ) dengan nunung.
Manusia lebih sering menggunakan wacana lisan yang pendek. Satuan – satuan atau unit – unitnya pun pendek dan kadang tidak gramatikal, seperti percakapan Nunung dan wati diatas. Jarang ditemukan wacana lisan yang panjang. Kalaupun ada,biasanya maknanya terus menerus diulang,seperti dalam mengungkapkan kekesalan hati.
Dalam mengutarakan maksud dengan wacana lisan, tidak hanya unsur bahasa tetapi juga digunakan gerakan tubuh, pandangan mata,dan lain – lain,yang turut memberi makna wacana itu .
Jika pengutaraan maksud memakan waktu yang cukup lama,diperlukan adanya daya simak yang tinggi dari partisipan lainya. Contoh : Perkuliahan memerlukan perhatian dan daya simak mahasiswa untuk menangkap inti perkuliahan yang diujarkan dosen.Karena konsentrasi dan daya simak seseorang tidak dapat bertahan terus menerus dalam waktu yang lama,maka perkuliahan menggunakan juga alat untuk wacana tulis agar inti materi perkuliahan dapat diingat oleh mahasiswa.
Kelemahan wacana lisan adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat seperti yang pertama. Kelemahan wacana ini jga menyebabkan wacana lisan, sebagai bahan bukti,dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah dibanding wacana tulis. Dengan uraian diatas dapat dibuat ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut :
a)      Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus
b)      Wacana lisan sulit diulang,dalam arti mengulang hal yang sama dengan ujaran pertama
c)      Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna yang dimaksud
d)     Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam satu situasi dan konteks yang sama.
e)      Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis
f)       Wacana lisan juga melibatkan unsure kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui bersama (common ground),yang ada pada satu keluarga atau kelompok dan
g)      Wacana lisan sering melibatkan partisipanya secara langsung.

C.    Wacana Tulis
            Wacana tulis merupakan pengungkapan kembali wacana tanpa mengutip harfiah kata- kata yang dipakai oleh pembicara dengan mempergunakan konstruksi gramatikal atau kata tertentu, antara lain dengan klausa subordinatif, kata bahwa, dan sebagainya.  (Menurut Kridalaksana dalam Tarigan, 52 : 2009).
            Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf,Huruf dibuat untuk mengganti peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang bunyi.Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang lain yang tinggal berjauhan.
            Mengutip Smith (1978), (Nunan, 1992:78) menyebutkan pengalaman sangat penting dalam pemahaman lingusitik. Hal ini karena linguistik memiliki hubungan tekstual yang ditunjukkan oleh referensi, elipsis, konjungsi, dan kohesi leksikal.1 Sebuah komponen penting dalam pelajaran pemrosesan wacana adalah membantu pembelajar untuk mengembangkan keterampilan dalam mengenali hubungan-hubungan ini. Selain penting bagi pembelajar untuk membangun suatu kosa kata yang ekstensif dalam medan makna yang dimarkahi oleh kohesi leksikal, juga penting untuk mengembangkan keterampilan memanfaatkan informasi kontekstual untuk memahami kosa kata yang tidak diketahui.
            Selain itu, perlu juga dikembangkan keterampilan yang lebih sulit untuk mengenali daya retorik informasi tekstual yang tidak dimarkahi secara eksplisit dengan beberapa bentuk konjungsi. Akhrinya, pembaca seharusnya mampu mendemonstrasikan penguasaan terhadap isi tekstual dengan beralih ke balik teks itu.

D.    Wacana Monolog
Adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Wacana monolog bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (noninteractive communication). Wacana monolog terjadi seperti pada orasi ilmiah, khotbah, dan penyampaian visi dan misi. Pada kenyataannya, dalam suatu orasi, ceramah, atau pidato tertentu, penutur secara improvisasi kadang-kadang justru mencoba berinteraksi dengan pendengarnya. Cara yang dipakai, misalnya dengan melontarkan pertanyaan, “Bagaimakah sikap kita untuk andil dalam pembangunan pendidikan bangsa ini?”. Dalam konteks seperti ini, wacana monolog berubah menjadi wacana semi-monolog.
Contoh :
(1) Siapa bilang remaja Indonesia cengeng? (2) banyak  yang berprestasi di forum Internasional, walaupun minim fasilitas. (3) Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir kita membawa pulang puluhan medali dalam berbagai olimpiade dunia. (4) ada matematika, fisika, biologi, kimia, juga astronomi, komputer.

1)      Kalimat  nomor 2 merupakan   jawaban  terhadap pertanyaan  kalimat nomor 1 yang menyanggah bahwa remaja Indonesia  tidak cengkeng.
2)      kalimat nomor 3 merupakan pembuktian dari kalimat nomor 2.
3)      kalimat ke 4 merupakan contoh-contoh yang menguatkan kalimat nomor 2 dan 3.

E.        Wacana Dialog
Adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Wacana dialog terjadi seperti pada peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon, Tanya jawab, dan teks drama.
Perhatikan contoh wacana dialog berikut ini.
SUNSLIK GINGSENG
C  : Betulkan ?
W : Iya
C  : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang lain.
W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek yang rambutnya panjang. Padahal dulu aku takut manjangin rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng membuat rambut semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.
C  : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?
W : Ya
C  : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?
W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik aku
Wacana tersebut merupakan wacana dialog antara dua orang gadis. Mereka sedang berdialog mengenai rambut. Setelah menggunakan sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan tidak rontok.

F.         Wacana Polilog
Adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi, atau debat, dan teks drama.
Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul Orkes Madun I karya Arifin C Noer berikut ini.
Konteks      : kehadiran Waska disambut gembira oleh komunitasnya. Waska  dijadikan tempat mengadu bagi Tarkeni yang sedang berselisih dengan Madekur, suaminya.
WASKA   : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapean yang kosong yang gosong yang bagai kepompong.
KOOR         : Uuuuuuuuuuu
WASKA  : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam Tumpah diseanteronya dimana – mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA     : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?
TARKENI   : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
WASKA     : Madekur!!!!!
MADEKUR : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu oleh cemburu buta.
WASKA     : Yak karena tidak matang  jiwanya.
(Orkes Madun I : 663-664)
Wacana tersebut merupakan wacana polilog, yakni percakapan atau pembicaraan yang melibatkan lebih dari dua orang (tokoh) sebagai partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni mengadukan nasibnya kepada tokoh Waska, karena ia dipukul oleh Madekur, suaminya, yang sedangkan dibakar rasa cemburu. Kemudian Waska mencoba mendamaikan Tarkeni dan Mardekur sebagai pasangan suami istri.

G.      Penutup
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai bahwa wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan atau ujaran, wacana tulisan adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Wacana monolog adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung, tidak menghendaki dan tidak menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya, dan bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (noninteractive communication). Wacana dialog adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Sedangkan wacana polilog adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan langsung dalam komunikasi.

Sumber :
Brown, Gillian dan George Yule. 1983. Analisis Wacana (diterjemahkan oleh I. Soetiko). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Rineka Cipta:Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.







.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar