“MORFOLOGI
SEBAGAI CABANG ILMU LINGUISTIK”
1.
Hakikat Morfologi
Abdul Chaer (2008:3) menjelaskan bahwa secara etimologi kata morfologi
berasal dari kata morf yang berarti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’.
Jadi secara harfiah kata morfologi dapat diartikan ‘ilmu mengenai bentuk’. Di
dalam kajian linguistik, morfologi berarti ‘ilmu mengenai bentuk-bentuk dan
pembentukan kata’, sedangkan di dalam kajian biologi morfologi berarti ‘ilmu
mengenai bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup’. Memang selain
dalam kajian linguistik, dalam kajian biologi pun juga menggunakan istilah
morfologi. Kesamaannya adalah sama-sama mengkaji mengenai bentuk.
Ilmu morfologi mempelajari masalah bentuk-bentuk dan pembentukan kata dalam
Abdul Chaer (2008:3) menjelaskan bahwa semua satuan bentuk sebelum menjadi
kata, yakni yang disebut morfem dengan segala bentuk dan jenisnya, perlu
dibicarakan. Pembentukan kata meliputi pembicaraan mengenai komponen atau unsur
pembentukan kata itu, yaitu morfem, baik morfem dasar maupun morfem afiks,
dengan berbagai alat proses pembentukan kata itu, yaitu afiks dalam proses
pembentukan kata melalui proses afiksasi, duplikasi ataupun pengulangan dalam
proses pembentukan kata melalui proses reduplikasi, penggabungan dalam proses
pembentukan kata melalui proses komposisi dan sebagainya. Jadi ujung dari
proses morfologi adalah terbentuknya kata dalam bentuk dan makna sesuai dengan
keperluan dalam satu tindak pertuturan.
Bentuknya dikatakan berterima menurut Abdul Chaer (2008:3) yaitu jika
bentuk dan makna yang terbentuk dari satu proses morfologi sesuai dengan yang
diperlukan dalam pertuturan, namun jika tidak sesuai dengan yang diperlukan,
maka bentuk itu dikatakan tidak berterima. Namun yang menjadi perhatian disini
adalah alasan gramatikal semata. Sedangkan alasan masuk dalam kajian
sosiolonguistik (lihat Chaer, 2004)
Abdul Chaer (2008:4) menjelaskan bahwa ilmu morfologi dalam tataran
lingustik terletak diantara kajian fonologis dan sintaksis dan semuanya saling
berkaitan. Keterkaitan dengan ilmu fonologi jelas dengan adanya kajian yang
disebut morfonologi atau morfofonemik adalah ilmu yang mengkaji terjadinya
perubahan fonem akibat adanya proses morfologi, contohnya pada fonem /y/ pada
dasar kata ‘hari’ bila diberi sufiks –an
hari + an -> (hariyan)
atau pindahnya konsonan /b/ pada
jawab apabila diberi sufiks –an
jawab
+ an -> ja.wa.ban
Menurut Abdul Chaer (2008:4) keterkaitan antara morfologi dan sintaksis
tampak dengan adanya kajian yang disebut dengan morfosintaksis (gabungan kata
morfologi dan sintaksis). Cohtohnya pada satuan bahasa yang disebut kata, dalam
kajian morfologi merupakan satuan terbesar, sedangkan dalam kajian sintaksis
merupakan satuan terkecil di dalam pebentukan kalimat atau satuan lainnya.
Sedangkan dalam Abdul Chaer (2008:5) istilah yang sering digunakan di dalam
moffologi antara lain :
-
Wacana yaitu satuan bahasa terbesar atau tertinggi, yang berisi satu satuan
ujaran yang legkap dan utuh serta dibangun oleh kalimat yang dihubungkan secara
kohesi dan koherensi (Krisdalaksana, 1977)
-
Kalimat yaitu suatu sintaksis yang dibangun oleh konstituen dasar (biasanya
berupa klausa) yang dilengkapi dengan konjungsi (bila diperlukan) disertai
dngan intonasi final, bisa berupa deklaratif, interogatif, imperatif atau
interjektif).
-
Klausa yaitu suatu satuan sintaksis yang berinti adanya sebuah predikat
serta adanya fungsi lainnya. Bisa disebut klausa yaitu kontruksi yang bersifat
predikatif/
-
Frase yaitu satuan sintaksis berupa kelompok kata yang posisinya tidak
melewati batas fungsi sintaksis yang meliputi subjek, predikat, objek atau
keterangan.
-
Kata yaitu suatu satuan terkecil dalam morfologi serta dapat menduduki
salah satu fungsi sintaksis yang berupa subjek, predikat, objek atau
keterangan.
-
Morfem yaitu satuan gramatikal terkecil yang bermakna (seacara inheren).
-
Fonem yaitu suatu satuan bunyi terkecil (dalam kajian fonologi) yang dapat
membedakan makna sebuah kata.
-
Fon yaitu suatu satuan bunyi bahasa yang dapat dilihat tanpa meperhatikan
statusnya sebagai pembeda makna kata (dalam kajian fonetik).
Sedangkan dalam Abdul Chaer
(2008:7) menjelaskan bahwa objek kajian morfologi antara lain satuan-satuan
morfologi, proses-proses morfologi dan alat-alat dalam proses morfologi itu.
Satuan dan komponen morfologi itu antara lain :
1)
Morfem (akar atau afiks).
2)
Kata
3)
Dasar (bentuk dasar)
4)
Alat pembentuk (afiks, duplikasi, komposisi, akronimisasi dan konversi)
5)
Makna gramatikal.
Kemudian Abdul Chaer (2008:6) meyebutkan keterkaitan ilmu morfologi dengan
ilmu kebahasaan lainnya, anatara lain :
- Morfologi dengan Leksikologi
Morfologi mengarah pada masalah proses pembentukan kata
sedangkan leksikologi mengarah pada kata yang sudah jadi, baik terbentuk secara
arbitrer, maupun yang terbentuk sebagai hasil proses morfologi.
-
Morfologi dengan Leksikografi
Leksikografi merupakan kelanjutan kerja dari
leksikologi, dalam artian jika kalau hasil kerja leksikologi dituliskan, maka
proses penulisan itulah yang disebut dengan leksikografi, lalu hasilya adalah
sebuah kamus.
-
Morfologi dengan Etimologi
Morfologi membahas proses pembentukan kaya yang
berlaku secara umum sebagai suatu sistem berkaidah. Sedangkan etimologi
membahas pembentukan atau terbentuknya kata atau asal-usul yang tidak
berkaidah, contohnya lata sinonimi berasal dari bahsa Yunani syn yang artinya
‘dengan’ dan kata bahasa Yunani Onoma yang berarti ‘nama’.
-
Morfologi dengan Filologi
Morfologi membicarakan proses pembentukan kata dari
sebuah dasar melalui salah satu proses morfologi sehingga terjadi kata.
Sedangkan filologi membahas kata yang terdapat dalam naskah dalam kaitannya
dengan sejarah dan budaya.
a) Hakikat morfologi dari beberapa pakar
Berikut pengertian morfologi dari beberapa pakar ahli antara lain :
Morfologi adalah ilmu bahasa yang mempelajari seluk
beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi
gramatikal maupun fungsi semantik (Ramlan, 1987: 21). Sedangkan Kridalaksana (1993:51)
morfologi adalah bidang
linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya; bagian dari
struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata yakni morfem
(Kridalaksana, 1993: 51).
Morfologi adalah bagian dari tatabahasa yang
membicarakan bentuk kata (Keraf, 1984: 51). Sedangkan menurut Verhaar (1996: 97), menyatakan bahwa morfologi
adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa
sebagai satuan gramatikal.
Pengertian morfologi menurut Samsuri
(1988: 15), mendefinisikan morfologi sebagai cabang linguistik yang mempelajari
struktur dan bentuk-bentuk kata. Hal ini sependapat dengan Ramlan (1978:2) Morfologi adalah
bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk struktur
kata serta pengaruh perubahan-perubahan struktur kata terhadap golongan dan
arti kata.
Nida (1974: 1) berpendapat bahwa morfologi adalah suatu kajian
tentang morfem-morfem dan penyusunan morfem dalam rangka pembentukan kata. Sedangkan menurut
Crystal
(1980: 232-233) morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau
bentuk kata, utamanya melalui penggunaan morfem. Definisi marfologi menurut Bauer
(1983: 33) morfologi membahas struktur internal bentuk kata.
Definisi marfologi menurut Rusmaji
(1993: 2) morfologi mencakup kata, bagian-bagiannya, dan prosesnya. Sedangkan menurut O’Grady dan Dobrovolsky
(1989: 89-90) morfologi adalah komponen kata bahasa generatif transformasional
(TGT) yang membicarakan tentang struktur internal kata, khususnya kata
kompleks.
Berdasarkan
beberapa pendapat tersebut dapatlah dinyatakan bahwa morfologi adalah bidang
linguistik, ilmu bahasa, atau bagian dari tatabahasa yang mempelajari morfem
dan kata beserta fungsi perubahan-perubahan gramatikal dan semantiknya.
b)
Morfem
Morfem merupakan satuan bahasa
paling kecil yang menjadi sasaran kajian morfologi. Abdul Chaer dalam bukunya
yang berjudul Morfologi Bahasa Indonesia mengatakan bahwa morfem adalah satuan
gramatikal terkecil yang memiliki makna (2008:7). Sedangkan menurut Zaenal
Arifin dalam bukunya Morfologi Bentuk dan Makna mengatakan bahwa morfem adalah
satuan bahasa terkecil yang mengandung makna. Hal serupa juga dikemukakan
Ramlan, menurut beliau morfem merupakan satuan gramatik paling kecil
yang tidak mempunyai satuan lain selain unsurnya (Ramlan, 1983 : 26). Bloch dan
Trager dalam Kushartanti (2001:120) mengatakan bahwa morfem yaitu semua
bentuk baik bebas maupun terikat yang tidak dapat dibagi ke dalam
bentuk terkecil yang mengandung arti.
Dari pendapat para ahli tersebut
dapat disimpulkan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang memiliki
makna. Dengan kata lain morfem merupakan satuan
gramatikal terkecil yang memiliki makna. Dikatakan terkecil artinya tidak dapat
dianalisis lagi menjadi lebih kecil tanpa merusak maknanya. Misalnya bentuk
kata membeli dapat dianalisis menjadi dua bentuk terkecil yaitu
{me-} dan {beli}. Bentuk {me} adalah sebuah morfem, yakni morfem afiks yang
secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan bentuk {beli} juga morfem, yakni
morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna. Kalau kata beli
dianalisis menjadi lebih kecil lagi menjadi be- dan li, jelas
keduanya tidak memiliki makna apa-apa. Jadi keduanya bukan morfem.
-
Identifikasi Morfem
Untuk
mengenal morfem secara jeli dalam bahasa Indonesia, diperlukan
petunjuk sebagai pegangan. Ada tujuh prinsip yang saling melengkapi untuk
memudahkan pengenalan morfem (Abdul Chaer, 2008:13-15), yakni sebagai berikut:
1) Dua bentuk yang sama atau lebih
memiliki makna yang sama merupakan sebuah morfem. Umpamanya kata “bulan” pada ketiga kalimat berikut adalah
sebuah morfem yang sama.
-
Bulan depan dia akan menikah
-
Sudah tiga bulan dia belum bayar uang SPP
-
Bulan November lamanya 30 hari
2) Dua bentuk yang sama atau lebih bila
memiliki makna yang berbeda merupakan dua morfem yang berbeda. Misalnya kata “bunga” pada kedua kalimat berikut adalah
dua buah morfem yang berbeda.
-
Bank Indonesia memberi bunga 5 persen per tahun
-
Dia datang membawa seikat bunga
3) Dua buah bentuk yang berbeda, tetapi
memiliki makna yang sama, merupakan dua morfem yang berbeda. Umpamanya, kata
“ayah” dan “bapak” pada kedua kalimat
berikut adalah dua morfem yang berbeda.
-
Ayah pergi ke Medan
-
Bapak baru pulang dari Medan
4) Bentuk-bentuk yang mirip (berbeda
sedikit) tetapi maknanya sama adalah sebuah morfem yang sama, asal perbedaan
bentuk itu dapat dijelaskan secara fonologis. Umpamanya bentuk-bentuk seperti me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge- pada kata-kata berikut adalah morfem
yang sama.
-
melihat
-
membina
-
mendengar
-
menyusul
-
mengambil
-
mengecat
5) Bentuk yang hanya muncul dengan
pasangan satu-satunya adalah juga sebuah morfem. Umpamanya bentuk segar bugar, hitam legam, kuning langsat, tua
renta dan kering
mersik.
6) Bentuk yang muncul berulang-ulang
pada satuan yang lebih besar apabila memiliki makna yang sama merupakan morfem
yang sama. Misalnya bentuk tulis pada kata-kata berikut adalah sebuah
morfem yang sama.
-
membaca
-
pembaca
-
pembacaan
-
bacaan
-
terbaca
-
keterbacaan
7)
Bentuk yang muncul berulang-ulang pada satuan yang lebih
besar (klausa, kalimat) apabila maknanya berbeda secara polisemi, merupakan
morfem yang sama. Adapun pengertian polisemi yaitu suku kata yang memiliki
banyak makna. Contohnya kata “kepala” pada kalimat-kalimat berikut memiliki
makna yang berbeda secara polisemi, tetapi tetap merupakan morfem yang sama.
-
Ibunya menjadi kepala sekolah
-
Nomor teleponnya tertera pada kepala surat itu
-
Kepala jarum itu terbuat dari plastik
-
Setiap kepala mendapat bantuan sepuluh ribu rupiah
-
Tubuhnya memang besar tetapi sayang kepalanya kosong.
-
Morf dan Alomorf
Abdul Chaer
(2008:15) menjelaskan bahwa morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada dalam
konsep. Sedangkan yang konkret, yang ada dalam petuturan adalah alomorf, yang
tidak lain adalah realisasi dari morfem itu. Jadi, alomorf adalah bentuk
realisasi morfem yang bersifat nyata/ada. Contohnya morfem {kuda} direalisasikan dalam bentuk unsur leksikal
kuda, dan morfem {-kan} direalisasikan dalam bentuk sufiks
–kan sepeti terdapat pada meluruskan atau membacakan.
Pada
umumnya sebuah morfem hanya memiliki sebuah alomorf. Namun, ada juga morfem
yang direalisasikan dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya, morfem {ber-} memiliki tiga bentuk alomorf yaitu ber-, be-
dan bel-, dalam Abdul Chaer (2008:16) seperti yang nampak pada bagan berikut.
Morfem
|
Alomorf
|
Contoh (pada kata)
|
ber-
|
ber-
|
bertemu, berdoa
|
be-
|
beternak, bekerja
|
|
bel-
|
belajar
|
Sedangkan morfem {me-} memiliki enam buah alomorf seperti pada bagan berikut
ini.
Morfem
|
Alomorf
|
Contoh (pada kata)
|
me-
|
me-
|
melihat, merawat
|
mem-
|
membaca, membawa
|
|
men-
|
menduga, mendengar
|
|
meny-
|
menyisir, menyusul
|
|
meng-
|
Menggali, mengebor
|
|
menge-
|
Mengecat, mengetik
|
Keraf
dalam Kushartanti (2005) mengatakan bahwa variasi itu disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang dimasukinya. Maksudnya, bergantung kepada jenis fonem awal
sebuah satuan yang dilekati oleh morfem tersebut. Perubahan /n/ itu harus
homogen. Sebagai contoh /n/ akan menjadi /m/ apabila dilekatkan pada bentuk
dasar yang diawali fonem /b/.fonem /m/ dan /b/ sama-sama bunyi bilabial.
Sedangkan yang dimaksud dengan morf adalah wujud kongkret dari alomorf itu
sendiri.
daftar pustakanya dong kak
BalasHapusada ngak ya kak daftar pustakannya
BalasHapus